Negeri Bunga dan Tembok : Sebuah Kritik Mahasiswa terhadap Republik Indonesia Kecintaannya.


pict : pinterest

 "Bunga dan Tembok, bukti kasih dari Widji Thukul."

Berangkat dari sebuah puisi karya legenda aktivis Indonesia, Widji Thukul. Saya seolah mendapatkan tamparan keras sebagai seorang mahasiswa, kata-katanya yang lampau namun tak mampu dikata usang telah sukses menyadarkan saya bahwa saya telah tenggelam dalam lahapan kebohongan, Tumbuh menjadi generasi yang hanya bisa mangut tanpa pemahaman. Pemikiran yang semestinya tumbuh merambat dan mengakar, justru terbelenggu tembok dengan akar mentok dan tangkai yang cacat.

Pada kesempatan kali ini izinkan saya menyampaikan dengan terhormat perihal Indonesia yang saya cintai apa adanya sebagai saya seorang mahasiswa sekaligus rakyat Indonesia yang hidup seadanya. Beberapa hal yang saya sampaikan disini adalah murni pemikiran saya sendiri yang didukung oleh pengalaman saya secara langsung sebagai warganegara dan juga beberapa pencaharian yang saya lakukan di website resmi pemerintahan Indonesia (www.indonesia.go.id).

Indonesia, khususnya pemerintah Indonesia adalah garda terdepan yang selalu berusaha meluncurkan berbagai macam inovasi dan pembaruan dari segi pelayanan, fasilitas, serta undang-undang. Indonesia yang saya cintai telah banyak berkembang pesat berkat usaha pemerintah dan keikhlasan rakyatnya, seperti yang saya temukan di laman resmi pemerintah, ada begitu banyak bantuan yang diberikan pemerintah pada rakyatnya, seperti : Beasiswa Pendidikan dan Jaminan Kesehatan, bahkan yang terbaru adalah TAPERA (Tabungan Perumahan Rakyat) suatu inisiatif luar biasa yang dilancarkan pemerintah untuk kaum berpenghasilan rendah. TAPERA tersebut tentu bukan akal-akalan 'oknum nakal' untuk meraup lebih banyak uang tapi adalah kebijakan yang jelas landasan hukumnya. 

Seperti mengutip dari artikel "Ada apa dengan TAPERA?" (03/06/2024) bahwasanya kebijakan ini telah berlandaskan pada The International Covenant on Economic, Soscial and Cultural Right yang disertifikasi pada UU No. 11 Tahun 2005 lalu disinkronkan dengan UUD 1945, UU No. 1 tahun 2011 sehingga menghasilkan sebuah petunjuk dalam mengembangkan dan menyediakan hunian untuk masyarakat berpenghasilan rendah melalui kepemilikan : Rumah Swadaya, Rumah Umum, Rumah Khusus, Rumah Negara dan Rumah Komersial.

Dan lantas kita semua yang berakal sehat pasti tahu kemana arah segelintir gaji rakyat berpenghasilan rendah yang dipotong itu akan dialirkan pada pembangunan tipe hunian yang mana..

Begitulah sekiranya, segala jenis pelayanan bantuan yang selalu mengatas namakan rakyat miskin dan memiskinkan masyarakat menengah, hal tersebut selalu bersirkulasi diwewenang-wewenang penguasa (yang jahat). Sejak dari merebaknya berita tentang TAPERA ini, selalu terngiang di kepala saya larik-larik puisi Widji Thukul yang berjudul "Bunga dan Tembok", juga musikalisasi yang dimainkan oleh anaknya Fajar Merah.

"Kau lebih suka membangun Rumah, merampas tanah."
Semoga suatu saat puisi ini bisa digaungkan dan memekakan telinga mereka yang bersalah, menghantui seperti kutukan yang mengintai anak-cucu mereka yang telah sengaja ataupun tidak memakan uang haram.

Disini saya ingin menyampaikan bahwasanya tulisan ini bukan suatu penghinaan untuk negara yang saya cintai ataupun atas usaha terbaik yang dilakukan oleh orang-orang baik, saya sadar betul bahwa kapasitas kami berbeda dan dunia yang dihadapi masing-masingpun berbeda namun tulisan ini saya suguhkan dengan sebuah harapan yang kita semua setuju pasti sama, yaitu "Indonesia yang lebih baik."

Tidak dapat dipungkiri bahwa segala yang saya dapat sampaikan juga berkat daripada informasi yang cukup lengkap dan kredible dalam laman e-government Indonesia. Saya hampir tak menemukan celah mengenai keaktualisasian informasi dari laman tersebut, hanya saja apabila melihat dengan seksama kita dapat menyadari bahwa amat sangat minim akses terhadap pelayan pemerintah untuk masyarakat melalu jejaring online, hanya banyak berupa berita dan informasi saja yang memuat program layanan serta segala pencapaiannya yang ada ditampilkan oleh lama tersebut.

Saya bersyukur apabila ternyata apa bila mungkin pemerintah Indonesia adalah orang-orang yang lebih senang melakukan 'kerja nyata', berkomunikasi dan berinteraksi langsung dengan rakyatnya. Itu sebuah kebanggaan, namun barangkali perlu peningkatan dan lebih meluaskan sistem apabila ingin menaikan standar Indonesia sebagai negara maju.

Comments

Popular posts from this blog

Analisis UN EGDI Survey